A. Pengertian Sistem Urinaria
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
B. Susunan Sistem Perkemihan atau
Sistem Urinaria
1. GINJAL
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di
belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung
pada dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.
Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a. Bagian – Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
1. Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
2. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
b. Fungsi Ginjal:
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.
Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a. Bagian – Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
1. Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
2. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
b. Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat – zat sisa
metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2. Mengekskresikan zat – zat yang
jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat –
obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam
dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri
dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal Peredaran Darah.
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
Persyarafan Ginjal.
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.
2. URETER
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5
cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam
rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
Dinding luar jaringan ikat (jaringan
fibrosa)
Lapisan tengah otot polos
Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
3. VESIKULA URINARIA ( Kantung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak
di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.
Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap
kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium
rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis
dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks
dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah
muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
4. Dinding kandung kemih terdiri dari
beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis,
tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.
Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.
4. URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
Kulit
merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan merupakan proteksi terhadap
organ-organ yang terdapat dibawahnya dan membangun sebuah barrier yang
memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar dan turut berpartisipasi
dalam banyak fungsi tubuh yang vital.
•Luas kulit
orang dewasa 1,5 -2 m2 dengan berat kira-kira 15 % dari berat badan manusia
•Tebal bervariasi antara ½ - 3 mm. •Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif
bervariasi pada keadaan iklim, umur, sex, ras dan juga bergantung pada lokasi
tubuh
Kulit dapat
bergerak dan meregang tergantung pada :
•Tebal kulit
•Jumlah
lipatan kulit
•Elastisitas
kulit
•Perlekatan
kulit dengan jaringan dibawahnya
•Umur
individu.
Lapisan
Kulit
•Epidermis
•Dermis
•Jaringan
subcutan.
EPIDERMIS
Terdiri dari
5 lapisan (stratum) berturut-turut dari atas ke bawah :
•Stratum
corneum
•Stratum
lucidum
•Stratum
garanulosum
•Stratum
spinosum/ spongiosum
•Stratum
basale
Stratum
Corneum
•Lapisan
paling luar terdiri dari sel-sel gepeng dan tidak berinti lagi, sudah mati dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin.
•Makin
keatas makin halus dan lama-lama terlepas dari kulit berupa sisik-sisik yang
sangat halus.
•Diperkirakan,
tubuh melepaskan 50-60 milyar keratinosit (korneosit) setiap hari.
Stratum
Lucidum
•Hanya
terdapat pada kulit yang tebal.
•Mikroskop
elektron menunjukkan bahwa sel-selnya sejenis dengan sel-sel yang berada di
stratum corneum.
Stratum
Granulosum
•Terdiri
dari tiga sampai empat lapisan atau keratocytes yang dipipihkan.
•Keratocytes
ini berperan besar terhadap susunan keratin di dalam lapisan atas epidermis.
Stratum
Spinosum
•Terdiri
atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda,
karena adanya proses mitosis.
•Protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak ditengah-tengah.
•Diantara
sel spinosum terdapat sel langerhans à mengaktifkan sistem imun
Stratum
Basale
•Lapisan
terdalam epidermis
•10-20 % sel
di stratum basale adalah melanocytes à melanin, sel warna untuk kulit (pigmen).
•Butiran
melanin berkumpul pada permukaan setiap keratinocytes.
DERMIS
•Dermis
membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada
kulit. Lapisan ini tersusun dari dua lapisan yaitu :
–Lapisan
papillaris yaitu bagian yang menonjol ke epidermis merupakan jaringan fibrous
tersusun longgar yang berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
–Lapisan
retikularis yaitu bagian di bawah lapisan papilaris yang menonjol ke arah
subcutan, lebih tebal dan banyak jaringan ikat.
•Dermis juga
tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat
serta sebasea dan akar rambut.
JARINGAN
SUBCUTAN/ HIPODERMIS
•Merupakan
lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa
yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti
otot dan tulang. Jaringan subcutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan
faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
ADNEKSA
KULIT
1.Kelenjar
pada kulit
a. Kelenjar
Sebasea
–Kelenjar sebasea, berkaitan dengan
folikel rambut, ductus kelenjar sebasea akan mengosongkan sekret minyaknya ke
dalam ruangan antara folikel rambut dan batang rambut
–untuk setiap lembar rambut terdapat
sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya akan melumasi rambut dan membuat rambut
menjadi lunak serta lentur
b. Kelenjar
keringat
–Ditemukan
pada kulit sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada
telapak tangan dan kaki. Hanya glans penis, bagian tepi bibir (margo labium
oris), telinga luar dan dasar kuku yang tidak mengandung kelenjar keringat
Kelenjar
Keringat diklasifikasikan menjadi 2 :
· Kelenjar ekrin
- Ditemukan pada semua daerah kulit.
Saluran keluarnya bermuara langsung ke permukaan kulit. Keringat dikeluarkan
dari kelenjar ekrin sebagai reaksi terhadap kenaikan suhu sekitarnya dan
kenaikan suhu tubuh.
· Kelenjar apokrin
–Kelenjar
apokrin terdapat di daerah aksila, anus, skrotum dan labia mayora. Kelenjar
apokrin menjadi aktif pada pubertas. Kelenjar ini memproduksi keringat yang
keruh dan diuraikan oleh bakteri sehingga menghasilkan bau yang khas.
2.Rambut
–Rambut
terdiri atas akar rambut yang terbentuk dari dermis dan batang rambut yang
menjulur keluar dari dalam kulit. Rambut tumbuh dalam sebuah rongga yang
dinamakan folikel rambut. Proliferasi sel-sel dalam bulbus pili menyebabkan
pembentukan rambut.
–Folikel
rambut akan mengalami siklus pertumbuhan dan istirahat. Kecepatan pertumbuhan
rambut bervariasi, pertumbuhan rambut janggut berlangsung paling cepat dan
kecepatan pertumbuhan ini diikuti oleh rambut pada kulit kepala, aksila serta
alis mata. Pada kulit kepala pertumbuhan rambut biasanya 3 mm perhari.
–Fase pertumbuhan
(anagen) dapat berlangsung sampai selama 6 tahun untuk rambut kulit kepala,
sementara fase istirahat (telogen) kurang lebih selama 4 bulan.
–Selama fase
telogen, rambut akan rontok dari tubuh.
3. Kuku
–Kuku adalah
bagian terminal lapisan tanduk (stratum corneum) yang menebal. Bagian kuku yang
terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nailroot), bagian yang terbuka di
atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari disebut badan kuku (nailplate)
dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku
keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 (satu) mm perminggu.
Fungsi Kulit
•Perlindungan
(proteksi)
–Kulit
melindungi tubuh dari segala pengaruh luar, misalnya bahan kimia, mekanis,
bakteriologis dan lingkungan sekitarnya yang senantiasa berubah-ubah. Fungsi
proteksi ini terutama dilakukan oleh stratum corneum, dalam hal ini juga
dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan
serabut-serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap
gangguan fisis
•Sensibilitas/fungsi
sensori
–Ujung-ujung
reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk memantau secara
terus menerus keadaan lingkungan disekitarnya. Fungsi utama reseptor pada kulit
adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan.
Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli
yang berbeda.
•Ujung
reseptor saraf berupa mekanoreseptor yaitu sel Merkel di epidermis, korpuskulus
Meissner’s di stratum papillare, dan korpuskulus paccinian di jaringan subkutan
serta ujung serabut saraf bebas (free nerve endings (nyeri, tekanan dan reseptor
temperatur).
–Korpus Meisner’s: reseptor yang terdapat pada kulit
tidak berambut (banyak diujung jari dan bibir) untuk mendeteksi objek yang
sangat ringan dan vibrasi dengan frekuensi rendah.
–Sel Merkel terdapat didaerah dimana terdapat korpus
Meisner’s berfungsi untuk melokalisasi sensasi raba pada daerah permukaan tubuh
dan menentukan teksture benda yang dipegang.
–Korpus
Paccini berperan penting untuk mendeteksi vibrasi
•Keseimbangan
air
–Stratum
corneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian akan mencegah
kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Bila kulit mengalami
kerusakan misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit dalam jumlah yang
besar dapat hilang dengan cepat.
•Pengaturan
suhu (thermoregulator)
–Tubuh
secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan
yang memproduksi energi. Panas ini akan hilang terutama lewat kulit.
•Fungsi
komunikasi oleh ekspresi respon otonom.
•Produksi
vitamin
–Kulit yang
terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D (kolekalsiferol).
•Fungsi
respons immun
–Beberapa
sel dermal (sel langerhans, interleukin-1 yang memproduksi keratinosit dan sub
kelompok limfosit T) merupakan komponen penting dalam sistem immun
Sistem immun
lokal
•SALT (skin
associated lymphatic tissue)
•MALT
(mucosa associated lymphatic tissue)
SALT (Skin
Associated Lymphatic Tissue)
•Struktur
khusus SALT atau SIS (Skin associated immune system) yaitu:
–Antigen presenting sel (sel Langerhans, monosit,
jaringan makrofag)
–Sel efektor (Sel T, sel B, NK cells, granulosit, sel
mast)
–Keratinosit
(produksi sitokin)
•Kulit
beserta struktur anatominya berperan sebagai pertahanan utama terhadap infeksi.
•Sel
Langerhans secara normal terdapat dikulit dan setelah diaktivasi akan berpindah
ke nodus limfe dan kontak dengan sel T (sebagai pertahanan spesifik).
•Sebagai
contoh: saat mengalami dermatitis kontak akibat alergi perhiasan yang
mengandung nikel masuk ke kulit dan berikatan dengan protein endogen kemudian
difagositosis sebagai antigen oleh makrofag kulit (sel langerhans).
•Selanjutnya
makrofag akan bermigrasi ke kelenjar limfe regional dan ditempat tersebut
antigen akan dipresentasikan ke sel T yang spesifik untuk antigen tersebut. Sel
T ini akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T pembunuh dan sel
TH1) sehingga dapat mencapai tempat pemajanan antigen dalam jumlah besar
terutama melalui darah).
PROSES
ELIMINASI SISA METABOLISME
Urine (Air Kemih)
1. Sifat – sifat air kemih
Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500
cc tergantung dari masuknya (intake) cairan serta faktor lainnya.
Warna bening muda dan bila dibiarkan
akan menjadi keruh.
Warna kuning terantung dari
kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.
Bau khas air kemih bila dibiarkan
terlalu lama maka akan berbau amoniak.
Berat jenis 1.015 – 1.020.
Reaksi asam bila terlalu lama akan
menjadi alkalis, tergantung pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan
protein memberi reaksi asam).
2. Komposisi air kemih
Air kemih terdiri dari kira – kira
95 % air
Zat – zat sisa nitrogen dari hasil
metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin
Elektrolit, natrium, kalsium, NH3,
bikarbonat, fosfat dan sulfat
Pigmen (bilirubin, urobilin)
Toksin
Hormon
3. Mekanisme Pembentukan Urine
Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk 120 – 125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat terbentuk 150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap kembali.
Dalam ginjal
terdapat aktivitas pembentukan urin yang dilaksanakan oleh nefron. Proses
pembentukan urine antara lain adalah sebagai berikut :
1. Ultrafiltrasi (penyaringan)
Proses ini
terjadi di glomelurus, dimana semua zat zat yang dapat menembus dinding
glomelurus yang bersifat semipermeabel untuk memasuki kapsula bowman.
Zat zat
tersebut terdiri dari : air, garam garam, glukosa, urea, asam urat dan
kreatinin. Sedangkan zat yang tak dapat masuk adalah sel darah, plasma dan
protein.
Proses
ultrafiltrasi dipengaruhi oleh volume darah, tekanan hidrostatis darah, tekanan
osmotis darah, dan tekanan di kapsula bowman.
2. Reabsorpsi (penyerapan kembali)
Proses ini
dilakukan oleh tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus
kontortus distal.
a) Reabsorpsi
air (H2O)
Diatur oleh
hormon dari hipofise posterior dan hipotalamus, reabsorpsi air
80 % terjadi di tubulus kontortus proksimal, 15 % di
tubulus kontortus distal, dan 5% lagi dikeluarkan sebagai urine.
Reabsorpsi air ini diatur oleh hormon yang dihasilkan di hipofise posterior dan
hipotalamus pusat pengatur air. Aktivitas hormon di ginjal adalah merangsang
sel sel ditubuli dengan bantuan dari tekanan osmotik air dengan garam terlarut
b) Reabsorpsi
Zat Zat Terlarut
Terjadi di
tubulus kontorti proksimal dengan cara selektif antara lain :
Non
elektrolit :
Glukosa
dihisap seluruhnya dan Asam amino semuanya dihisap kembali . Metabolit protein
: urea, asam urat, kreatinin hanya diserap sedikit
Elektrolit
Natrium
(Na+), kalium (K+), Calsium (Ca+ +). Magnesium (Mg+ +), Chlorida (CL-),
Carbonat (HCO3-), Phospat (HPO4) dihiap sebagian tergantung jumlah dalam plasma
c) Sekersi
Selain
proses reabsorsi, ada beberapa zat yang di sekresi dari kapiler peritubular ke
dalam tubulus, yaitu :
PAH (para
amino hipurat)
Creatinin
Hidrogen
(H+)
Penisilin
Amoniak (NH3)
Kalium (K3)
d) Waktu
yang diperlukan dari masuknya caira samapai keluar air kemih :
Sesudah
masuk cairan eksresi dimulai dalam waktu 20-30 menit, selambat lambatnya :
1-1,5 jam dan keluarkan dalam waktu 4-5 jam
e) Jumlah
air kemih :
Tergantung
dari pemasukan cairan, banyaknya cairan yang hilang dalam tubuh melalui saluran
pencernaan dan penguapan dan keringat
Pengeluaran
cairan : 500cc - 1500cc
f) Kandungan
air kemih normal :
Air
: ± 1500 cc
Garam garam
: ± 40 gram/hari
3. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-, dan
urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya.
Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.
Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.
4. Mikturisi
Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melalui ureter ke dalam kandung kemih., keinginan untuk buang air kecil disebabkan penambahan tekanan di dalam kandung kemih dimana saebelumnmya telah ada 170 – 23 ml urine.
Mikturisi merupakan gerak reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat – pusat persyarafan yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya.
5. Ciri – ciri Urine Normal
Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata – rata 6.
PROSES ELIMINASI SISA PENCERNAAN
Setiap organisme memerlukan makanan
untuk tetap dapat menjaga kelangsungan hidupnya. Aktivitas makan dilakukan
semua makhluk hidup tigak memandang usia, spesies dan jenis kelamin. Makanan
yang dikonsumsi akan dicerna oleh tubuh melalui beragam proses (Jati,
2007:114).
Menurut Syaifuddin (2011:504),
sistem organ pencernaan adalah sistem organ yang menerima makanan, mencerna
untuk dijadikan energi nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut.
Pengeluaran sisa proses pencernaan disebut eliminasi sisa pencernaan. Potter
& Perry (2005:1739) mengatakan bahwa eliminasi produk sisa pencernaan yang
teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan
eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem
tubuh lainnya.
Organ yang
berkaitan demgam eliminasi siasa pencernaan (eliminasi sampah digestif adalah
kolon atau usus besar.Kolon merupakan bagian bawah saluran pencernaan
yang meliputi sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon
sigmoid, rektum dan anus. Panjang kolon pada orang dewasa ± 1,5 meter.
Berikut dijelaskan tentang proses
pembentukan feses, eliminasi fekal, pola defekasi, dan karakteristik feses yang
dikutip dari Asmadi (2008).
1. Proses pembentukan feses
Sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon
dari ileum. Di kolon, chyme tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium,
dan kloride. Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan peristaltik usus. Dari
750 cc chyme tersebut, sekitar150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chyme
yang tidak diabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses. Selain
chyme, adanya fermentasi zat makanan yang tidak dicerna menghasilkan gas yang
dikeluarkan melalui anus setiap harinya yang dikenal dengan istilah flatus.
2. Proses eliminasi fekal (defekasi)
Eliminasi fekal bergantung pada
gerakan kolon dan dilatasi spinchter ani. Kedua faktor tersebut dikontrol oleh
sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan
mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon
ini dengan cepat mendorong feses dari kolon ke rektum.
Begitu ada feses yang sampai di
rektum, maka ujung saraf sensoris yang berada pada rektum menjadi regang dan
terangsang. Kemudian impuls ini diteruskan ke medula spinalis. Setelah itu,
impuls dikirim ke korteks serebri serta sakral II dan IV. Impuls dikirim ke
korteks serebri agar indivisu menyadari keinginan buang air besar. Impuls
dikirim ke sakral II dan IV, selanjutnya dikirim ke saraf simpatis untuk
mengatur membuka sphincter ani interna. Terbukanya sphincter ani tersebut
menyebabkan banyak feses yang masuk ke dalam rektum. Kemudian terjadi proses
defekasi dengan mengendornya sphincter ani eksterna dan tekanan yang mendesak
feses bergerak oleh kontraksi otot perut dan diafragma.
3. Pola defekasi
Waktu defekasi dan jumlah feses
bersifat individual. Orang dalam keadaan normal, frekuensi buang air
besar 1 kali sehari. Pola defekasi individu juga bergantung pada bowel
training yang dilakukan pada masa kanak-kanak.
Umumnya, jumlah feses bergantung
pada jumlah intake makanan. Namun, secara khusus, jumlah feses sangatlah
bergantung pada kandungan serat dan cairan pada makanan yang dimakan.
4. Karakteristik feses
Karakteristik feses pada setiap
perkembangan manusia berbeda. Lihat tabel!
Tabel.1. Karakteristik Feses
Karakteristik
|
Normal
|
Abnormal
|
Warna
|
Bayi: kuning
Orang Dewasa: cokelat
|
Putih atau warna tanah liat
Hitam atau warna ter (melena)
Merah
|
Konsistensi
|
Lunak, berbentuk
|
Cair Padat
|
Frekuensi
|
Bervariasi: bayi 4-6 kali sehari (jika mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali
sehari; orang dewasa 1 kali sehari atau 2-3 kali seminggu
|
Bayi lebih dari 6 kali sehari atau dari satu kali setiap 1-2 hari; orang
dewasa lebih dari 3 kali sehari atau kurang dari satu kali seminggu.
|
Bentuk
|
Menyerupai diameter rektum
|
Berbentuk pensil
|
Unsur-unsur
|
Makanan tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen empedu, sel-sel yang
melapisi mukosa usus dan air
|
Darah, pus, materi asing, lendir, dan cacing
|
GANGGUAN ELIMINASI SISA METABOLISME DAN PENCERNAAN, DAN PROSES KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI
1. Gangguan Proses Eliminasi
a. Gangguan eliminasi urine
Klien yang memiliki masalah
perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas berkemihnya.
Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandungan kemih, adanya
obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan
mengontrol berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan
sementara atau permanen dalam jalur normal ekskresi urine. Klien yang menjalani
diversi urine memiliki masalah khusus karena urine keluar melalui sebuah stoma
(Potter&Perry, 2005:1686).
Tabel 2. Gejala Umum pada Perubahan
Perkemihan
Gejala
|
Deskripsi
|
Penyebab atau Faktor Terkait
|
Urgensi
|
Merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
|
Penuhnya kandung kemih, iritasi atau radang kandung kemih akibat infeksi,
sphincter uretra tidak kompeten, stres psikologis.
|
Disuria
|
Merasa nyeri atau sulit berkemih
|
Peradangan kandung kemih, trauma atau inflamasi sphincter uretra
|
Frekuensi meningkat
|
Berkemih dengan sering
|
Peningkatan asupan cairan, radang pada kandung kemih, peningkatan tekanan
pada kandung kemih (kehamilan, stres psikologis)
|
Keraguan berkemih
|
Sulit memulai berkemih
|
Pembesaran prostat, ansietas, edema uretra
|
Poliuria
|
Mengeluarkan sejumlah besar urine
|
Asupan cairan berlebihan, diabetes melitus atau insipidus, penggunaan
diuretik, diuresis pascaobstruktif
|
Oliguria
|
Pengeluaran urine menurun dibandingkan cairan yang masuk (biasanya kurang
dari 400 ml dalam 24 jam)
|
Dehidrasi, gagal ginjal, ISK, peningkatan sekresi ADH, gagal jantung
kongestif
|
Nokturia
|
Berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
|
Asupan cairan berlebihan sebelum tidur (terutama kopi atau alkohol),
penyakit ginjal, proses penuaan
|
Dribling (urine yang menetes)
|
Kebocoran/rembesan urine walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine
|
Stres inkontinensia, overflow akibat retensi urine
|
Hematuria
|
Terdapat dalah dalam urine
|
Neoplasma pada ginjal atau kandung kemih, penyakit glomerulus, infeksi
pada ginjal atau kandung kemih, trauma pada struktur perkemihan, diskrasia
darah
|
Retensi Urine
|
Akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai ketidakmampuan kandung
kemih untuk benar mengosongkan diri
|
Obstruksi uretra, inflamasi pada kandung kemih, penurunan aktivitas
sensorik, kandung kemih neurogenik, pembesaran prostat, setelah tindakan
anestesi, efek samping obat-obatan
|
Residu Urine
|
Volume urine tersisa setelah berkemih (volume 100 ml atau lebih)
|
Inflamasi atau iritasi mukosa kandung kemih akibat infeksi, kandung kemih
neurogenik, pembesaran prostat, trauma atau inflamasi uretra
|
b. Gangguan eliminasi sisa
pencernaan
Gangguan pada eliminasi sampah
digestif atau sisa pencernaan menurut Potter & Perry (2005:1746), sebagai
berikut:
a) Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan
penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh
pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat
defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas
usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan
sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorbsi. Sejumlah kecil air
ditinggalkan untuk melunakkan dan melunasi feses. Pengeluaran feses yang kering
dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum.
b)
Impaksi
Impaksi feses merupakan akibat dari
konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras,
mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat diluarkan. Pada kasus impaksi
berat, massa dapay lebih jauh masuk ke dalam sigmoid. Klien menderita
kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien yang paling beresiko
mengalami impaksi.
Tanda impaksi yang jelas ialah
ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari walaupun terdapat
keinginan berulang untuk melakukan defekasi.
c)
Diare
Diare adalah peningkatan jumlah
feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk. Diare
adalah gejala gangguan yang memengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan
sekresi di dalam saluran GI. Isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus
dan kolon sehingga absorbsi cairan yang biasa tidak dapat berlangsung. Iritasi
di salam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya, feses
menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak mampu mengontrol keinginan
untuk defekasi.
d)
Inkontinensia
Inkontinensia feses adalah
ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi fisik yang
merupakan fungsi atau kontrol sphincter anus dapat menyebabkan inkontinensia.
Kondisi yang membuat seringnya defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan
feses mengandung air juga mempredisposisi individu untuk mengalami
inkontinensia.
e)
Flatulen
Flutulen adalah penyebab umum
abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan kram. Dalam kondisi normal, gas dalam
usus keluar melalui mulut (bersendawa) atau melalui anus (pengeluaran flatus).
Namun, jika ada penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiat, agens
anestesi umum, bedah abdomen, atau imobilisasi, flatulen dapat menjadi cukup
berat sehingga menyebabkan distensi abdomen dan menimbulkan nyeri yang terasa
sangat menusuk.
f)
Hemoroid
Hemoroid adalah vena-vena yang
berdilatasi, membengkak di lapisan rektum. Ada dua jenis hemoroid, yakni
hemoroid internal atau hemoroid eksternal. Hemoroid eksternal terlihat jelas
ebagai penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, akan terjadi perubahan
warna menjadi keunguan. Hemoroid internal memiliki membran mukosa di lapisan
luarnya. Peningkatan tekanan vena akibat mengedn saat defekasi, selama masa
kehamilan, pada gagal jantung kongestif, dan penyakit hati kronik dapat
menyebabkan hemoroid.
2. PROSES KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI
A. Faktor yang Memengaruhi Eliminasi
Ada beberapa faktor yang memengaruhi
eliminasi metabolisme dan sisa pencernaan, yaitu:
1. Usia
Usia berpengaruh pada kontrol
eliminasi individu. Anak-anak masih belum mampu mengontrol buang air besar dan
buang air kecil karena siste, neuromuskulernya belum berkembang dengan baik.
Pada lansia proses eliminasi juga berubah karena terjadi penurunan tonus
otot.
2. Diet
Makanan merupakan faktor utama yang
berpengaruh pada eliminasi fekal dan urine. Makan yang teratur sangat
berpengaruh pada keteraturan defekasi. Selain itu, terjadinya malnutrisi
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi yang menyerang organ
perkemihan maupun organ pencernaan.
3. Cairan
Intake cairan berpengaruh pada
eliminasi fekal dan urine. Apabila intake cairan kurang dan output cairan
berlebihan, maka tubuh menyerap air lebih banyak dari usus besar sehingga feses
menjadi keras dan sulit keluar. Sementara itu, pada eliminasi urine, urine
menjadi berkurang dan lebih pekat.
4. Latihan Fisik
Latihan fisik membantu seseorang
untuk mempertahankan tonus otot. Hal ini sangat penting bagi defekasi
(pembuangan feses) dan miksi (pembuangan urine). Latihan fisik juga
merangsang terhadap timbulnya paristaltik.
5. Stres Psikologis
Ketika seseorang sedang mengalami
ketakutan atau kecemasan, terkadang ia mengalami diare atau beser. Namun, ada
juga yang mengalami susah buang air besar.
6. Temperatur
Jika temperatur tubuh tinggi, maka
terjadi penguapan cairan tubuh. Hal itu menyebabkan kekurangan cairan,
sehingga terjadi konstipasi dan pengeluaran urine yang sedikit.
7. Nyeri
Nyeri berpengaruh terhadap pola
eliminasi. Seseorang yang berada dalam keadaan nyeri sulit untuk makan,
diet yang seimbang, maupun untuk melakukan latihan fisik.
8. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping
yang berpengaruh terhadap eliminasi. Ada obat yang menyebabkan diare,
konstipasi maupun inkontinensia (Asmadi,2008:97-98).
B. Pengkajian Kebutuhan Eliminasi
1. Aspek biologis
Usia
Aktivitas
fisik
Riwayat
kesehatan dan diet
Penggunaan
obat-obatan
Pemeriksaan
fisik : Eliminasi urine dan eliminasi fekal
Pemeriksaan
laboratorium : pemeriksaan urine (warna, kejernihan, bau dan pH) dan
pemeriksaan feses.
2. Aspek Psikologis
Stres emosional dapat menimbulkan
gangguan pada eliminasi. Stres dapat menyebabkan seseorang terdorong untuk
terus berkemih, sehingga frekuensi berkemih meningkat. Selain itu, kecemasan
yang dialami seseorang dapat membuat individu tidak mampu berkemih sampai
tuntas. Pengaruh ansietas pada eliminasi fekal dapat meningkatkan peristaltik
sehingga timbul diare (Asmadi, 2008:100).
3. Aspek Sosiokultural
Menurut Asmadi (2008:100), adat
istiadat terkait dengan eliminasi perlu dikaji, seperti posisi berkemih bagi
sebagian kultur mesti dilakukan dengan posisi berjongkok, adapula dengan
berdiri. Begitu pula dengan eliminasi fekal, ada yng buang air besar di WC,
kali, kebun dan lain-lain. Nilai-nilai masyarakat pun perlu dikaji yang
terkait dengan eliminasi.
4. Aspek Spiritual
Keyakinan individu terkait dengan
eliminasi perlu dikaji, seperti urine dan feses diyakini sebagai sesuatu yang
najis sehingga perlu dibersihkan dengan air. Ada pula individu yang cukup
membersihkannya dengan tisu. Keyakinan ini juga berhubungan dengan praktek
kultural setempat.
C. Metode Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
Eliminasi merupakan proses
pembuangan sampah atau kotoran yang terdapat di dalam tubuh. Kotoran ini
bersifat toksin, jika tidak segera dibuang makan dapat meracuni fubuh dan
akhirnya menyebabkan kematian.Namun, tidak selamanya eliminasi berjalan
dengan lancar, terkadang mengalami hambatan baik pada eliminasi fekal maupun
urine. Gangguan atau hambatan tersebut bila tidak segera ditanggulangi dapat
mengganggu keseimbangan tubuh.
Perawat sebagai tenaga kesehatan
yang profesional harus mampu mengidentifikasi gangguan yang terjadi pada
eliminasi serta dapat menanggulanginya. Oleh karena itu, perawat harus mampu
melakukan beberapa tindakan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan eliminasi. Seperti
yang dinyatakan Asmadi (2008:101), tindakan tersebut antara lain:
a.
Membantu
pengeluaran feses secara manual
b. Penggunaan pispot atau urinal
c.
Kateterisasi
(pemasangan selang kateter)
d. Irigasi kandung kemih
e.
Bladder
training (latihan otot-otot vesika urinaria)
f.
Melakukan
huknah (enema) (memasukkan cairan pencahar ke rektum dan kolon)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar